hukum membuang makanan di tong sampah

Sabtu, 03 Juni 2017

hukum membuang makanan di tong sampah


 Atas nama saya pribadi ingin mencari jawaban dari berbagai pertanyaan yang ada di benak saya. Dan sering
kali saya perbincangkan dengan teman sekerja mengenai seputar Agama Islam. Karena kurangnya pengetahuan kami makanya yang kami perbincangkan itu masih dalam keragu-raguan. pertanyaan yang ingin saya tanyakan yaitu :
1. Apakah Islam itu? (mohon penjelasannya lebih rinci agar apa yang menjadi pertannyaan di benak saya terjawab dengan jelas, tanpa ada keragu-raguan)
 2. Apa arti takabur itu? ( mohon penjelasannya beserta contohnya )
 3. Menurut kanjeng Nabi s.a.w, makan itu tidak boleh terlalu kenyang, tapi jika porsi yang dibeli di warung itu melebihi ukuran kenyang yang pasti tersisa. Namun membuang makanan itu termasuk mubazir, tolong beri saya gambaran pola makan menurut Nabi s.a.w? Semoga saja jawaban yang saya dapat dari situs sidogiri ini akan lebih bermanfaat dan bisa saya amalkan dikehidupan nyata tanpa keragu-raguan lagi. Terima kasih.
 Jawaban :
Apakah Islam itu?
Pertanyaan anda terlalu global, sehingga kami bingung dari mana harus memulai jawaban. Jika kita mau mengkaji secara utuh, Islam itu luas sekali. Akan tetapi saya akan mencoba menjawab dari awal. Semoga apa yang kami sampaikan ini dapat sedikit mengobati kegelisahan hati anda.
Berbicara tentang Islam tidak lepas dari pembahasan iman. Islam dan iman tidak dapat dipisahkan. Seseorang dikategorikan islam apabila sudah mengucapkan dua kalimat syahadat. Kategori Islam ini, secara hukum fiqh memiliki konsekwensi berhak mendapatkan perlakuan sebagaimana layaknya seorang muslim. Perlakuan itu semisal: bila mati harus dirawat layaknya orang muslim; tidak boleh diganggu harta maupun kehormatannya. Nabi pernah menyampaikan di dalam salah satu hadits: “saya diperintah membunuh semua orang, kecuali yang sudah membaca dua kalimat syahadat”.
Orang yang beriman kepada Allah namun tidak mau mengucapkan dua kalimat syahadat, belum bisa disebut muslim. Jadi, Islam adalah sebuah pengakuan (pernyataan) yang diberikan secara lahir oleh mulut, sedangkan iman adalah pengakuan yang diberikan batin oleh hati tentang Allah, para Nabi, para Malaikat, Kitab Suci, Hari Akhir serta Qadla’ Qadar (Takdir).
Orang yang sudah memberikan pernyataan lahir dengan mengucapkan dua kalimat syahadat namun hatinya tidak meyakini pada rukun iman yang enam disebut munafiq (hipokrit). Sedang orang yang hatinya meyakini Allah dan semua rukun iman, namun tidak mau memberikan pernyataan lisan disebut sombong.
Selain lewat lisan dan hati, Islam juga harus diejawantahkan dalam bentuk amal ibadah: salat, zakat, puasa dan haji. Amal-amal seperti ini adalah bentuk-bentuk ibadah (penyembahan) kepada Allah seperti yang telah diperintahkan dalam al-Qurân dan Hadits.
Agama Islam tidak hanya mengatur cara beribadah seperti di atas. Islam juga mengatur akhlaq, etika berhubungan dengan sesama manusia, cara berbisnis, perkawinan, hukum pidana dan perdata dan lain sebagainya.
Kalau akhir-akhir ini, di media sering muncul paham bahwa Islam hanya mengatur cara beribadah saja, itu mungkin disebabkan karena mereka memandang Islam hanya dari satu sisi saja atau Islamnya perlu dipertanyakan.
Apa Arti Takabbur itu?
Kibr (kata dasar dari takabbur) adalah keadaan yang ada di dalam hati yang lahir dari keyakinan bahwa dirinya lebih dibanding orang lain. Takabbur adalah menganggap dirinya mempunyai pangkat melebihi orang lain. Tidak dikategorikan takabbur, orang yang merasa dirinya agung, namun menganggap orang lain lebih agung atau sama dengannya atau orang yang meremehkan orang lain dan menganggap dirinya lebih hina. Jadi, takabbur itu adalah bahasa hati yang  berupa keyakinan bahwa dirinya di atas yang lain. Sedangkan perilaku lahiriah merupakan cermin dari apa yang ada di dalam hati. Sebab, takabbur bisa terjadi pada anggota lahir dan batin.
Seseorang akan menganggap dirinya lebih agung dari yang lain, manakala ia berkeyakinan bahwa didalam dirinya ada satu sifat kesempurnaan yang tidak dimiliki orang lain. Secara umum, kesempurnaan itu dapat dikelompokkan menjadi dua: kesempurnaan agama dan dunia. Takabur duniawi semisal takabbur sebab garis keturunan, harta kekayaan, ketampanan, kekuatan dan memiliki pengaruh besar. Takabur yang bersifat agama semisal takabbur sebab mempunyai ilmu dan beramal baik. Kepandaian memiliki potensi sangat besar untuk melahirkan sifat takabbur.
Dari berbagai macam takabbur, takabur yang paling jelek adalah takabbur tidak mau menerima pengetahuan dan kebenaran dari orang lain.
Setiap orang berpotensi mempunyai sifat takabur, berdasarkan kelebihan di dalam dirinya. Jarang sekali orang dapat terhindar dari penyakit hati yang satu ini, baik ahli ibadah, ulama, orang zuhud (asketik), apalagi kalangan awam.
Banyak sekali ayat atau hadits yang mengecam dan memberi ancaman terhadap orang yang takabbur. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sifat takabbur sekecil apapun”.
Allah berfirman: Allah tidak menyukai orang-orang yang takabbur. Hal ini, disebabkan sifat takabur merupakan salah satu sifat yang hanya pantas dimiliki oleh Sang Maha Pencipta.
Membuang Sisa Makanan, Mubazirkah?
Jika anda bertanya bagaimana Rasulullah makan, di dalam kitab Sunan Abi Dawud diterangkan ada beberapa sahabat berkata kepada Nabi: “Kami sebelum makan berwudlu.” Nabi menjawab: “Berwudlu sebelum makan akan menjadikan barokah pada makanan tersebut.”
Di dalam kitab Ihya, Imam al-Ghazali mengatakan bahwa berwudlu sebelum makan dapat menghilangkan kemiskinan. Di dalam hadits yang lain diterangkan; tiap kali akan makan, Nabi selalu mengajak teman untuk makan bersama di dalam satu wadah. Nabi selalu meninggalkan makanan (berdiri) sebelum beliau merasakan kenyang (Maksudnya: kalau makan tidak sampai kenyang).
Menurut al-Ghazali, kenyang meyebabkan bangkitnya nafsu syahwat, mudah diserang penyakit, menghalangi atau mengakibatkan tidak dapat melakukan ibadah dengan baik. Mestinya makan disertai niat agar kuat melakukan ibadah kepada Sang Pencipta. Jika memang tidak bisa mengurangi makanan dari ukuran yang wajar, maka sebaiknya isi perut dibagi menjadi tiga: sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga lagi untuk bernafas.
Nabi selalu berdiri meninggalkan makanan sebelum merasakan kenyang. Hal ini memiliki kemungkinan: porsi makanannya sedikit, atau porsinya banyak namun tidak dihabiskan. Jika makanan beliau  misalnya tidak habis, berarti ada sisa. Mengenai sisa makanan beliau ini ada dua kemungkinan: terbuang atau dimakan oleh para sahabat.
Sekarang, kita kembali pada pertanyaan Anda: jika ada sisa makanan dan terbuang apakah tidak termasuk tabdzir atau membuang-buang harta.
Didalam kitab Hasyiyat as-Syarqawi diterangkan meyia-nyiakan harta hukumnya haram apabila memang sengaja dibuang. Tapi, apabila hanya membiarkan (tidak membuang) kemudian harta itu rusak (tidak dapat dimanfaatkan), maka hukum tidak haram. Demikian pula dalam kasus yang anda tanyakan, jika sisa makanan itu sengaja dibuang, maka haram, dan jika ditinggalkan begitu saja, anda tidak terkena hukum haram. 
SUMBER : http://www.cangcut.net/2011/07/membuang-sisa-makanan-mubazirka.html

0 komentar :

Posting Komentar